Al-Zaitun

Bab I : Pendahuluan

A. Latar Belakang
Kehadiran Pondok Pesantren Az-Zaytun di Desa  Mekar Jaya Kecamatan Haurgeulis Indramayu Jawa Barat mengandung reaksi pro dan kontra di tengah masyarakat. Reaksi kontra terhadap pesantren yang diresmikan oleh Presiden Habibie pada tanggal 27 Agustus 1999/ 16 Jumadil Ula 1420 H ini terutama tertuju persoalan adanya keterkaitan pesantren ini dengan organisasi Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah IX (NII KW-9).

Menurut kalangan yang kontra, terdapat relasi yang signifikan antara Ma'had Az Zaitun dengan NII KW IX.  Az Zaitun merupakan perpanjangan tangan dari gerakan NII KW IX. Abu Toto alias Abdus Salam alias AS. Panji Gumilang yang merupakan pendiri sekaligus pimpinan Pondok Pesantren Az-Zaytun (Syeikhul Ma'had) adalah juga pemimpin NII KW IX. Menurut kalangan ini pula, NII KW-IX di bawah kepemimpinan Syeikh AS Panji Gumilang memiliki aksi gerakan dan praktek keagamaan yang menyimpang (sesat dan menyesatkan) dan meresahkan masyarakat, diantara praktek/ajaran keagamaan mereka adalah: (1) setiap muslim  di luar gerakan mereka adalah kafir dan oleh karenanya halal darahnya (2) dosa dapat ditebus dengan membayar sejumlah uang (3) tidak wajib mengqadla shaum, dapat digantikan dengan membayar uang (4) taubat hanya syah jika membayar "shadaqah istighfar" dalam jumlah yang telah ditetapkan (5) untuk membangun sarana fisik dan biaya operasional gerakan, setiap anggota wajib menggalang dana dengan menghalalkan segala cara seperti menipu, mencuri dan lainnya (6) ayah kandung  yang belum masuk ke dalam gerakan tidak sah menikahkan putrinya (7) apa yang mereka sebut "shalat aktivitas" dalam melaksanakan program gerakan lebih utama dari shalat fardlu (8) Qunun asasi mereka lebih tinggi derajatnya dari Qur'an (9) tidak wajib haji, kecuali sudah menjadi mas'ul  (pimpinan dalam gerakan tersebut) dan ajaran-ajaran lain yang menyesatkan,   seperti penafsiran ayat-ayat Al Qur'an yang nyeleneh[1].

Kelompok penentang ini datang dari berbagai kalangan diantaranya: Forum Ulama Umat (FUU) Indonesia bersama Tim Investigasi Aliran Sesat (TIAS), Solidaritas Umat Islam untuk Korban NII Az-Zaytun  Abu Toto (SIKAT), Lembaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI),   Forum Masyarakat Korban NII KW-9 (FKM KW-9),   Rabithah al-Ma'ahid al-Islamy (RMI) dan Lembaga Kader Pendidikan dan Da'wah Islam (LKPDI) Baitul Ummah Banten.

Sementara itu, mereka yang mendukung Az-Zaytun menilai bahwa pesantren ini merupakan asset besar yang dimiliki umat Islam yang perlu didukung dan dikembangkan. Harus diakui bahwa sampai saat ini umat Islam Indonesia belum pernah memiliki sebuah Lembaga Pendidikan yang termodern dan termegah seperti Az-Zaytun. Oleh karenanya, upaya mendiskreditkan lembaga ini mereka nilai sebagai bentuk kecemburuan  berbagai pihak atas kebesaran dan kemegahan pesantren ini. Atau mungkin terhasut oleh pihak di luar Islam yang ingin menekan perkembangan Islam di Indonesia dan khawatir akan institusi pendidikan ini.

Para pendukung Ma'had Az-Zaytun ini tidak melihat adanya keanehan dalam aktivitas belajar santri, buku daras, maupun interaksi sosial para santri Az-Zaytun. Kalaupun ada perbedaan-perbedaan seperti, tertutupnya sistem pendidikan dan sumber dana, adanya semacam komersialisasi lembaga, mengembangkan budaya melayu oriented dan adanya beberapa perbedaan dalam praktek keagamaan, itu hanyalah perbedaan (ikhtilaf) dalam masalah  furu'iyah serta perbedaan dalam bentuk managerial dan cultural pesantren dibandingkan dengan pesantren-pesantren lain pada umumnya, karena pesantren Az-Zaytun ini telah dirancang sebelumnya dengan sistem yang sedemikian rupa oleh para pendirinya.

Menghadapi pro kontra masyarakat ini,  Departemen  Agama  RI melalui Badan Litbang Agama sesungguhnya telah melakukan penelitian. Hasilnya, tidak ditemukan adanya indikasi deviasi ajaran dalam sistem pendidikan Az-Zaytun. Namun demikian, hasil penelitian ini dirasa tidak memuaskan sebagian kalangan. Mereka menilai penelitian Tim Depag lebih terfokus pada aspek-aspek pendidikan dan interaksi sosialnya saja, itupun hanya sebatas sisi empirik materialnya saja, seperti aktivitas santri, buku-buku ajar yang digunakan, penelitian majalah dan dokumen pesantren dan interaksi sosial santri. Bagi mereka yang tidak puas dengan hasil penelitian ini menilai harus ada investigasi lebih jauh untuk mengungkap dan melacak adanya hal-hal "yang tersembunyi" dari ajaran/faham keagamaan yang dikembangkan serta keterkaitannya dengan gerakan NII KW IX.

Pro Kontra ini terus berlanjut. Tim lanjutan yang terbentuk bersama antara Depag RI dan MUI, yang dikenal dengan team 14, ternyata tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. Sementara itu,  pertanyaan-pertanyaan yang datang dari masyarakat terus mengalir ke MUI. Demikian pula polemik yang terjadi di tengah-tengah mesyarakat lewat media informasi kian menajam. Melihat permasalahan ini terus menggelinding bak bola salju maka MUI sebagai wadah pelayan umat (khadimul ummah) segara merespon persoalan ini guna menjawab kegelisahan dan keresahan masyarakat. Oleh karenanya, MUI kemudian membentuk Team Peneliti Ma'had Az-Zaytun yang merupakan kerja gabungan tiga komisi dalam organisasi MUI, yaitu Komisi Fatwa, Komisi Pengkajian dan Komisi Pendidikan.

Team MUI ini dibentuk untuk menghimpun,   menelusuri dan melacak berbagai data dan informasi dalam rangka tabayyun (mencari kebenaran) atas kesimpang-siuran  berita mengenai Pondok Pesantren Az-Zaytun dan keterkaitannya dengan gerakan NII, Serta praktek/faham keagamaan yang dikembangkannya, terutama dalam aspek akidah dan ibadah.

B. Permasalahan

Seperti disebut di atas bahwa team ini dibentuk dalam rangka tabayyun (mencari kebenaran) mengenai berbagai informasi yang terkait dengan Ma'had Az-Zaytun dan keterkaitannya dengan gerakan NII. Penelitian ini lebih difokuskan terutama dalam segi aqidah dan ibadah (baca : praktek dan faham keagamaannya). Oleh karena itu, Team MUI ini melacak lebih jauh latar belakang histories institusi dan para pendiri Az-Zaytun, melacak adakah relasi antara gerakan NII dengan pesantren Az-Zaytun, melacak aspek ajaran, faham dan praktek keagamaan yang dikembangkan, serta melacak lingkaran-lingkaran luar (networking) Az-Zaytun yang diindikasikan terkait dengan pesantren NII.

 

Untuk itu, permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah:

  1. Adakah relasi signifikan antara Pondok Pesantren Az-Zaytun dengan gerakan NII KW IX?
  2. Bagaiman ajaran, faham dan praktek keagamaan yang dikembangkan Pesantren Az-Zaytun dan NII KW IX?
  3. Bagaimana educational, ideological dan political background pendiri ma'had Az-Zaytun dan juga background dari kelahiran pesantren ini?
  4. Bagaimana pula dangan lingkaran-lingkaran luar (networking) Ma'had Az-Zaytun yang diindikasikan terkait dengan gerakan NII KW IX ? Bagaimana profil dan aktivitas yang mereka lakukan ?

C. Tujuan Penelitian
Sekali lagi ditegaskan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Team Peneliti MUI adalah untuk tabayyun (mencari kebenaran) mengenai informasi yang sangat beragam tentang pesantren Az-Zaytun dan keterkaitannya dengan organisasi NII KW IX. Oleh karenanya, team ini hanyalah bertugas melakukan investigasi, melacak, menelusuri dan menghimpun berbagai data dan informasi, baik pro dan kontra, mengenai permasalahan-permasalahannya yang tersebut diatas.

Team ini tidak dalam kapasitas menetapkan suatu keputusan tertentu mengenai Pesantren Az Zaytun. Semua informasi yang berhasil digali oleh team ini dilaporkan kepada Pimpinan Harian MUI untuk kemudian dijadikan salah satu sumber pertimbangan pimpinan harian MUI dalam mengambil sikap dan keputusan seputar polemik pesantren Az-Zaytun.

D. Ruang Lingkup
Sejalan dengan tujuan dan objek permasalahan yang dikaji dan diteliti oleh Team Peneliti MUI, maka ruang lingkup dari penelitian ini adalah:

  1. Pesantren Az-Zaytun:  Sejarah dan latar belakang berdirinya, sistem pendidikan dan faham  keagamaan  yang  dikembangkan,  guru, santri, pegawai, kurikulum, buku ajar/kitab teks, aktivitas pesantren, majalah Az-Zaytun dan berbagai hal yang terkait dengan lembaga ini.
  2. Pimpinan Pesantren Az-Zaytun: Latar belakang keluarga, pendidikan, organisasi dan aktivitas sosial kemasyarakatan terutama aktivitas sosial-keagamaan.
  3. Organisasi NII KW IX: Sejarah dan gerakan NII,  ajaran/faham  dan praktek keagamaan dan indikasi keterkaitannya dangan Ma'had Az-Zaytun.
  4. Lingkaran-lingkaran Luar (Networking) Pesantren Zaytun 

E. Metode Penelitian
Untuk menelusuri dan melacak berbagai informasi yang berkaitan dengan objek permasalahan yang diteliti, maka digunakan dalam penelitian ini pendekatan kualitatif.  Data sekunder diperoleh dari kajian pustaka, studi dokumentasi dan kajian informasi dari berbagai media (televisi, radio dan VCD), sedangkan data primer diperoleh melalui penelitian lapangan, observasi, pengamatan terlibat dan wawancara mendalam (indepth interviewing).

Kajian pustaka dan dokumentasi dilakukan dengan cara menggali semua sumber/dokumen yang dapat memberikan informasi yang konprehensif mengenai Ma'had Az Zaytun (sejarah,  latar belakang berdiri, sistem pendidikan, buku ajar/kitab teks, majalah/VCD yang diterbitkan Az-Zaitun, buku-buku/majalah/suratkabar/hasil-hasil penelitian/VCD yang berkaitan dengan Ma'had Az-Zaytun) dan organisasi NII (dokumen-dokumen/buku-buku/majalah/surat kabar/VCD yang berbicara tentang NII, buku catatan pengajian dan buku catatan harian anggota dan simpatisan NII).

Penelitian lapangan dilakukan dengan cara terjun langsung ke Pesantren Az-Zaytun dengan melakukan pengamatan terlibat/observasi berbagai hal yang terkait dengan penelitian. Selain itu, penelitian lapangan dilakukan dengan cara melacak, menelusuri dan mendatangi sumber informasi dari korban, orang tua/keluarga korban, mantan aktivis, simpatisan NII serta berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan dan mengetahui aktivitas organisasi NII di sejumlah tempat.

Wawancara mendalam (indepth interviewing) dilakukan dengan cara menghadirkan (mengadakan pertemuan dengan team MUI) berbagai fihak, baik yang pro maupun kontra, yang dapat dipertanggungjawabkan untuk menggali berbagai informasi dan penjelasan yang mendalam berkaitan dengan persoalan yang tengah dikaji. Selain itu, wawancara mendalam juga dilakukan dengan cara mendatangi sumber informasi. Diantara sumber-sumber informasi yang pernah diwawancarai adalah            :

  1. Forum Ulama Umat Islam (FUUI) dan Team Investigasi Aliran Sesat (TIAS).
  2. Forum Masyarakat Korban NII KW IX (FKM NII KW IX).
  3. Solidaritas  Umat  Islam  untuk  korban NII  Al Zaytun  Abu  Toto (SIKAT).
  4. Mantan Mudarris dan santri yang keluar dari Pesantren Al-Zaytun.
  5. Para korban,  mantan aktivis dan para orang tua yang anak/familinya terlibat gerakan NII.
  6. Team peneliti Litbang Departemen Agama RI.
  7. Badan Intelegen Keamanan Mabes POLRI
  8. Dosen Program Pendidikan Pertanian Terpadu (P3T).
  9. Mantan Kepala BAKIN : Bapak Z.A Maulani.
  10. Dosen Kulliyatul lughah Ma'had Al Zaytun.
  11. Santri, mudarris (guru) dan muwazzof (pegawai), orang tua/wali santri, mahasiswa P3T Pesantren Al-Zaytun.
  12. Koordinator lapangan rekruitmen santri Al Zaytun.
  13. Sumber-sumber lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Semua informasi, baik yang pro dan kontra, dihimpun, diverifikasi, dikroscek kemudian dianalisa dan didiskusikan bersama. Hasil diskusi dan analisa data kemudian dituangkan dalam laporan yang bersifat deskriptif-analisis.

F. Waktu dan Tempat Penelitian
Mengingat begitu mendesaknya jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang disampaikan masyarakat kepada MUI mengenai pesantren Al Zaytun, maka penelitian ini pada awalnya diharapkan selesai dalam waktu kurang lebih satu bulan atau sejak terbentuknya team pada tanggal 29 Mei 2002. Namun dalam perkembangannya, penelitian memakan waktu empat bulan.

Penelitian dilakukan di Jakarta dengan memanggil berbagai fihak/sumber informasi terkait dan memiliki berbagai informasi mengenai persoalan ini. Selain itu, penelitian juga akan dilakukan di Ma'had Al Zaytun dan sejumlah tempat gerakan NII.

G. Pelaksana
Sebagaimana disebut dimuka, Team Peneliti MUI tentang Ma'had Al Zaytun ini merupakan kerja gabungan tiga komisi dalam organisasi MUI, yaitu komisi fatwa, komisi pengkajian dan komisi pendidikan, dengan susunan team sebagai berikut:

Ketua : K H Ma'ruf Amin
Sekretaris : Drs. Aminudin Yakub, MA
Wakil Sekretaris : Drs. H Ahmad Baidun, M.Si
Anggota : 01. K H Irfan Zidni, MA
02. Prof. K H Ali Mustofa YA'qub, MA
03. Drs. A. Fattah Wibisono, MA
04. Drs. H Hasanuddin, M.Ag
05. DR H A Mubarok, MA
06. Drs. Amirsyah Tambunan, M.Ag
07. DR Utang Ranuwijaya, MA
08. Ir M Zein Nasution
09. Drs. H Anwar Abbas
10. H. Zafrullah, SH

H. Sistematika Laporan
Sejalan dengan permasalahan dan ruang lingkup penelitian, maka laporan hasil penelitian Team MUI mengenai Ma'had Al Zaytun disusun dengan sistematika sebagai berikut:

Bab I: Pendahuluan. Bab ini menguraikan latar belakang penelitian, permasalahan, ruang lingkup penelitian, tujuan penelitian, metodologi penelitian, waktu dan tempat penelitian, pelaksana dan sistematika laporan.

Bab II: Hasil-Hasil Penelitian. Yang berisi temuan-temuan penting dalam penelitian. Bab ini terdiri dari tiga sub bab penting, yaitu Pesantren Al Zaytun, NII KW IX dan Lingkaran-Lingkaran Luar Ma'had Al Zaytun. Dalam membahas Pesantren Al Zaytun ada tiga  persoalan yang  diangkat yaitu Profile Kelembagaan dan persoalan sumber dana, Kepemimpinan di Ma'had Al Zaytun dan keterkaitannya dengan NII KW IX, Sistem Pendidikan Ma'had Al Zaytun dan Mudarris (Guru).

Bab III: Kesimpulan dan Rekomendasi. Dalam bab ini disajikan kesimpulan dari fakta-fakta,  bukti-bukti dan informasi yang berhasil dihimpun, kemudian ditutup  dengan  rekomendasi  mengenai  langkah  kebijakan yang akan diambil oleh Pimpinan Harian MUI.

 

Bab II : Hasil Hasil Penelitian

A. Pesantren Al Zaytun

1. Profile Kelembagaan dan Persoalan Sumber Dana
Ma'had Al Zaytun (selanjutnya disingkat MAZ) didirikan oleh Yayasan Pesantren Indonesia  (YPI) yang diketuai oleh H  Syarwani. YPI sendiri didirikan pada tanggal 1 Juni 1993 bertepatan dengan tanggal 10 Dzulhijjah 1418 H ('Iedul Adha) dengan akte pendirian tertanggal 25 Januari 1994 nomor 61 oleh notaris Ny. li Rokayah Sulaiman SH. Sementara Pesantren Al Zaytun sendiri dipimpin oleh Syekh AS Panji Gumilang (syekh al-ma'had) berlokasi di Desa Mekarjaya Kecamatan Haurgeulis Kabupaten Indramayu Jawa Barat. Pesantren ini menempeti luas tanah 1200 Ha dengan pembagian 200 Ha untuk lahan pendidikan dan 1000 Ha sebagai lahan pendukung yang berupa lahan pertanian,  perkebunan dan peternakan dan berada disekeliling lahan pendidikan.

Dalam luas tanah yang demikian besar, saat penelitian ini dilakukan telah berdiri sejumlah sarana fisik untuk pendidikan seperti:

  1. Asrama santri lima lantai (Al-Nur, Al-Mustofa, Al-Fajr dan Madinah) dengan luas lantai masing-masing unit 22.000 M2. Terdapat di dalam setiap asrama 170 unit kamar tidur  yang masing-masing unit kamar tidur luasnya 72 M2 diisi oleh  10  santri.  Setiap  kamar  tidur  dilengkapi  lima  tempat  tidur susun, lemari pakaian, ruang belajar, meja, kursi, rak buku, tiga buah kamar mandi dan wastafel. Direncanakan akan dibangun seluruhnya 12 gedung asrama dengan kualifikasi yang sama,   salah satu yang sedang dibangun adalah Gedung Muhammad Soeharto.
  2. Gedung Pembelajaran empat sampai lima lantai (Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib)  dengan  luas lantai masing-masing unit 10.000 M2  sampai  15.000 M2 atau dengan kapasitas 1500 sampai 17000 santri. Direncanakan pula akan ada 12 unit bangunan pembelajaran serupa.
  3. Masjid. Saat ini sedang dibangun Masjid Utama yang diberi nama Masjid "Rahmatan lil al-'Alamiin" dengan luas bangunan 6,5 Ha dengan biaya 100 Milyar (sudah terpenuhi semua biaya pembangunannya). Sedang untuk sementara digunakan Masjid  Al  Hayat dengan luas tanah 5.000 M2 yang dapat menampung 6.000 Jama'ah. Jika Masjid "Rahmatan lil al-'Alamin" selesai pembangunannya, maka Masjid Al Hayat diubah fungsinya menjadi perpustakaan.
  4. Sarana Olah Raga terdiri dari tiga blok. Di Blok Timur dekat arena pembelajaran terdapat sebuah stadion yang diperlengkapi sebuah lapangan sepak bola dengan standar teknis internasional lengkap track atletik, lapangan basket, tennis, gedung olah raga dan gedung kesenian. Di sebelah barat dan utara terdapat empat buah lapangan sepak bola, tiga buah lapangan basket, enam buah lapangan volley dan tengan dibangun lapangan berkuda.
  5. Fasilitas pendukung terdiri dari rumah makan, kitchen, loundry, kantin, koperasi, wartel, barbershop, pengkhidmatan kesihatan/hospital dan lainnya.
  6. Wisma Tamu  Al-Ishlah  dengan luas bangunan 6.500 M2 dengan kapasitas 120 kamar tidur.

Selain gedung-gedung tersebut terdapat pula danau buatan, mess karyawan, pabrikasi,  bangunan peternakan,  lahan perkebunan dan lain sebagainya ditambah pula sarana dan prasarana pendukung pendidikan saperti jaringan komputer, jaringan telepon, listrik dari PLN dengan back up generator listrik.

Melihat kemegahan dan kebesaran Ma'had Al Zaytun tersebut, pertanyaan yang selalu muncul dari masyarakat adalah "dari mana sumber dana yang diperoleh lembaga ini?".

Persoalan sumber dana menjadi salah satu persoalan besar yang dikritisi masyarakat terhadap Al Zaytun.  Pimpinan Pesantren (syekh al-ma'had) selalu berkelit  jika  dipertanyakan  masalah  ini dan selalu dijawab dengan jawaban klise dan berkilah "dari Allah", "dari umat Islam", "umat Islam itu sebenarnya kaya" dsb., tidak pernah dijelaskan bagaimana dana itu sampai ke pesantren ini.

Tidak adanya transparansi sumber dana inilah yang kemudian melahirkan banyak praduga. Salah satu dugaan yang muncul adalah bahwa dana bersumber dari keluarga cendana dan kroni-kroni Suharto. Hal tersebut dikaitkan dengan kunjungan para mantan pejabat orde baru seperti : Soedharmono (yang juga menjadi sesepuh MAZ), BJ. Habibie, Isma'il Saleh, Akbar Tanjung, Haryono Suyono, Harmoko, Abdul Ghafur,  Sudomo, Jendral Hartono, dll, bahkan Siti Herdiyanti Rukmana (Mbak Tutut) pernah datang dan meletakkan batu pertama pembangunan gedung yang diberi nama Gedung Muhammad Suharto. Majalah Tempo edisi 8-14 Juli 2002 memberitahukan bahwa mbak Tutut pada kesempatan itu menyumbang Rp. 40 Juta.

Informasi yang datang Kaba Intelkam Mabes POLRI menyatakan ada sebagian tanah Al Zaytun yang merupakan wakaf mbak Tutut dan sumber lain menyebut bahwa sapi-sapi yang ada di peternakan MAZ berasal dari Tapos. Kedua informasi ini tampaknya tidak cukup kuat, buktinya DR.Ir Ronny Rachman Noor (Ketua Tim 11 Program Pendidikan Pertanian Terpadu), misalnya, membantah informasi yang menyebut bahwa sapi-sapi tersebut berasal dari Tapos.

Menurut  Bapak  Z.A  Maulani,  pembangunan proyek Al Zaytun terkait dengan pembangunan Masjid At Tin  di  TMII dan sekolah Insan Cendikia di Serpong. Ini merupakan gagasan Suharto yang ingin berkhusnul khotimah diakhir hayatnya. Proyek ini kemudian diserahkan kepada BJ Habibie dan BPPT sebagai pelaksana teknisnya. Akan tetapi, hal ini dibantah keras oleh Jimly Ashshiddiqie, orang dekat Habibie, bahkan beliau menyatakan bahwa pada saat peresmian MAZ, ia mendengar sendiri bagaimana Habibie mempertanyakan (bahkan "berdebat" dengan syehk al-ma'had) mengenai sumber dana Al-Zaytun yang tidak dijawab secara aksplisit oleh syekh al-ma'had2.

Melihat sejumlah informasi yang ada tidak cukup kuat bukti yang menunjukkan sumber dana berasal dari Cendana, kalaupun ada sumbangan-sumbangan dari orang-orang dekat cendana jumlahnya tidak signifikan.

Sementara itu, menurut hasil laporan penelitian Litbang Departemen, sumber dana MAZ berasal dari kegiatan usaha (bisnis) ma'had seperti dua buah kantin yang mampu menampung 500 pengunjung dengan jumlah tidak kurang dari 2000 pengunjung tiap harinya dan pendapatan laba bersih kurang lebih Rp. 22 juta perhari, loundry dengan keuntungan kurang lebih Rp. 82.500.000 per bulan, wartel 10 KBU dengan keuntungan Rp 15 juta perhari, penerbitan majalah dan iklannya dengan pemasukan Rp. 60 juta per edisi. Belum lagi kegiatan usaha seperti koperasi, wisma tamu dan penginapan wali santri, perkebunan dan peternakan.

Sudirman, salah seorang dosen kulliyatul lughoh, menambahkan sumber dana lain terletak pada kemampuan syekh al-ma'had yang dikenal kharismatik dalam mendatangkan, merangkul dan meyakinkan para haji kaya, pengusaha muslim, pejabat negara, mulai dari lurah sampai menteri untuk memberikan sumbangan kepada MAZ. Dari informasi yang dilaporkan Team Peneliti Litbang Depag, jumlah infak dan shodaqoh yang terkumpul dari para tamu (pengunjung) dalam 2 tahun 4 bulan tercatat mencapai Rp. 27.464.606.258,-  + $D 18.386,- + RM 26.786,- + $S 50 +  semen 1.000 zak dan  8 Ha  tanah  wakaf.  Itu  artinya,  jika semua infak wali santri tersebut dibagi dalam kurun waktu 2 tahun 4 bulan maka rata-rata infak tersebut berjumlah 1 milyar per bulan.

Pemasukan lainnya adalah biaya pendidikan santri yang seluruhnya dibayar dimuka sebesar $ 2.000 US dollar per santri, berbagai usaha penggalangan dana lewat harakah ramadhan, harakah kurban, harakah muharram dan lain sebagainya. Semua dana itu dikelola dengan managerial yang efektif dan efisien didasarkan pada konsep pendidikan ekonomi dan  ekonomi pendidikan. Artinya, setiap input yang bernilai ekonomi harus memiliki output yang berwawasan dan memiliki ekonomi pula.

Berdasarkan informasi tersebut, pertanyaan yang muncul kemudian adalah "apakah semua dana masuk tersebut, baik yang berasal dari sumbangan wali santri/tamu ataupun kegiatan usaha (bisnis) MAZ, cukup signifikan dan dapat memenuhi seluruh biaya aktivitas pembangunan dan mendidikan MAZ?", atau dengan kata lain "Apakah semua perolehan dana itu sebanding/senilai dengan seluruh pengeluaran (biaya belanja) yang digunakan untuk pembangunan gedung-gedung megah, pengadaan sarana dan prasarana (insfrastruktur) pendidikan yang demikian lengkap dan modern, loundry, kitchen, alat-alat berat, dsb. Ditambah lagi dengan biaya operasional perkebunan, peternakan, perikanan serta semua kebutuhan pembiayaan belanja rutin rumah tangga MAZ (biaya makan kurang lebih 10.000 warga MAZ, biaya operasional pendidikan, listrik, telepon, gaji 496 guru dan 3.000 karyawan dan lain sebagainya) selama ini yang biayanya bisa mencapai ratusan milyar bahkan menyentuh angka trilyunan rupiah?"3. Hal ini tentu saja memerlukan audit, kalkulasi dan akuntansi yang sangat rumit.

Pertanyaan lain yang muncul adalah "dari mana sumber dana awal untuk pembebasan tanah, pembangunan awal gedung pembelajaran, asrama, masjid, peternakan dan lainnya sebelum dibuka tahun pembelajaran pertama MAZ atau sebelum banyak orang yang mengetahui keberadaan pesantren ini?", "Bagaimana pula dengan proses pembebasan lahan yang sedemikian besar?", "Siapa yang mengorganisir?". Pertanyaan-pertanyaan semacam ini memerlukan jawaban yang eksplisit, jujur, tulus dan transparan dari pimpinan pesantren.

Persoalan besar dan urgen yang timbul berkaitan dengan sumber dana MAZ adalah berita bahwa sumber dana yang sangat signifikan bagi kelahiran dan perkembangan Ma'had Al Zaytun berasal dari penggalangan dana anggota (umat) dan aparat organisasi NII KW IX. Penggalangan dana oleh sebuah organisasi pada dasarnya adalah hal yang biasa. Persoalannya adalah penggalian dana tersebut menggunakan konsep-konsep ajaran Islam yang diselewengkan serta terjadi eksploitasi dan pemaksaan, sehingga anggota tergiring untuk melakukan tindakan kriminal. Inilah salah satu persoalan pokok yang dialamatkan kepada MAZ.

Hasil investigasi Team MUI mendapati banyak sekali saksi (sumber informasi) yang memberikan keterangan mengenai hal ini. Sumber-sumber informasi tersebut adalah : para mantan anggota dan aktivis NII KW IX (dalam jumlah yang cukup signifikan dan berasal dari berbagai wilayah), para orang tua/wali/keluarga yang anggota keluarganya menjadi korban NII KW IX, para mantan petinggi NII KW IX, Badan Intelegen dan Keamanan Mabes POLRI, dan mantan Ka Bakin (Z.A Maulani) yan juga mendapat masukan dari anggota dan petinggi NII KW IX yang masih aktif. Semua saksi tersebut secara eksplisit memberikan kesaksian bahwa penggalangan dana untuk Al-Zaytun datang dari anggota (umat) dan aparat NII KW IX. Informasi ini diperkuat oleh hasil investigasi yang dilakukan bebagai fihak seperti dari Forum Ulama Umat (FUU) Indonesia dengan Team Investigasi Aliran Sesat (TIAS), Solidaritas Umat Islam untuk Korban NII Al Zaytun Abu Toto (SIKAT), Lambaga Penelitian dan Pengkajian Islam (LPPI) dan Forum Masyarakat Korban NII KW-9 (FKM KW-9).

Menurut sumber-sumber informasi tersebut: Setiap anggota yang masuk NII KW IX harus dibai'at dan membayar shodaqoh hijrah dalam jumlah yang telah ditetapkan sebagai pembersih jiwa dan tanda perpindahan kewarganegaraan RI menjadi warga negara NII KW IX. Setelah masuk ke dalam organisasi NII KW IX, setiap anggota diwajibkan  menjalankan program seperti binayah al-'aqidah (pembinaan akidah), binayah al-dzarfiyah (pembinaan territorial), binaya mas'uliyah (pembinaan aparatur), binayah maliyah (pembinaan keuangan) dan binayah al-shiilah wal al-muwashalah (pembinaan komunikasi).

Dari kelima kelompok tersebut, binayah maliyah mendominasi semua program dan aktivitas gerakan NII KW IX di tingkat teritiorial (idariyah), bahkan dalam kegiatan tilawah (pengajian rutin anggota) yang dibahas lebih banyak persoalan program penggalangan dana, lebih dari itu ia adalah program mobilisasi (bahkan tepatnya eksploitasi) dana yang dibebankan kepada warga dan aparat NII KW IX. Ironisnya, penggalangan dana tersebut dibungkus dengan term-term keagamaan (syari'at) yang ditafsirkan secara sembarang. Diantara kewajiban-kewajiban dana yang harus dikeluarkan adalah: shadaqah hijrah, infak, qiradl, al-fai', shadaqah istighfar, shadaqah tahkim, shadaqah munakahat, shadaqah tartib, shadaqah isti'dzan, harakat ramadhan, harakat qurban, harakat muharram, harakat iddikhor, aqidah, tadzkiyah baitiyah dan lain sebagainya.

Begitu kuatnya penekanan pada program binayah maliyah ini kemudian berimplikasi pada terjadinya penyelewengan prilaku, bahkan sampai kepada tekanan mental4, anggota seperti berbohong kepada orang tua/kawan/majikan, menipu, mengambil/mencuri harta milik orang lain diluar NII KW IX serta tindakan-tindakan kriminal lainnya.   Berdasarkan informasi Bapak Z.A. Maulani, salah satu petinggi NII KW IX (bupati) pernah mengeluhkan beban berat yang harus  ia pikul dalam memenuhi target keuangan yang telah ditetapkan pimpinannya dan penyimpangan prilaku semacam itu sangat mungkin terjadi di level bawah (ummat).

Sementara itu, menurut Ustadz Usman, mantan mudarris MAZ yang juga pernah menjabat Qoim I Riasah Kabupaten (Bupati NII KW IX) di Jawa Tengah, prilaku menyimpang bukan saja memang benar terjadi, tetapi juga mendapat pembenaran  (legitimasi) dari doktrin dan ajaran NII KW IX itu sendiri.   Dalam ajaran mereka, misalnya, dalam periodisasi perjuangan mereka sekarang masih masih dalam periode Mekkah, periode peperangan menegakkan negara Islam. Perang adalah sebuah tipu daya  (al-harbu huwa khud'ah), bukan perang jika tidak ada tipu daya. Oleh karenanya, menipu diperbolehkan pada masa sebelum tegaknya negara Islam. Ajaran ini diperkuat dengan ajaran yang mengkafirkan orang di luar kelompok mereka, sehingga bukan saja hartanya, darahnya pun halal. Itulah sebabnya, ada konsep al-fai' (harta rampasan) dalam ajaran mereka. Ditambah lagi dengan penyelewengan lain yang menggunakan symbol agama seperti adanya shodaqoh istighfar (uang penebus dosa), shadaqoh tahkim, shodaqoh munakahat dan lain sebagainya.

Sementara itu, Ade Hidayat, yang juga mantan mudarris MAZ dan dulu pernah menjabat Qoim I Mantiqoh (Bupati di NII KW IX) Sukabumi Barat Wilayah VII Jawa Barat bagian Selatan, mengatakan bahwa income keuangan MAZ sebagian besar memang berasal dari pengumpulan dana di tingkat territorial (idariyah). Dari wilayah yang dibinanya saja terkumpul sebesar Rp. 100 jutaan per bulan. Dana lalu disetorkan ke pusat (MAZ), sebagian hasil diturunkan kembali ke bawah sebagai gaji aparat, tetapi nyatanya gaji itu tidak pernah ia terima karena dipotong pada masalah Nuqshon (kekurangan dana yang harus disetorkan ke pusat) dan setiap bulan selalu mengalami nuqshon, sehingga yang ia terima setiap bulannya adalah beras.

Informasi-informasi senada dengan bentuk kasus yang berbeda seperti di atas juga berhasil dihimpun Team MUI dari para mantan korban, mantan aparat dan para orang tua korban di sejumlah tempat yang berbeda-beda. Berdasarkan informasi tersebut, dana yang terkumpul dari para anggota dan aparat NII KW IX di territorial (isariyah) ini jumlahnya sangat fantastis.

Bukti autentik dana dari NII KW IX ke MAZ memang sulit ditemukan, karena organisasi ini menggunakan system sel tertutup, dimana antara satu sel dengan sel lainnya tidak saling kontak. Menariknya, setiap sel di berbagai tempat yang berbeda memiliki kesamaan dalam pola gerakan, istilah-istilah yang digunakan, format surat, catatan pengajian, catatan penerimaan dan pengeluaran uang dan lain sebagainya.

Ketika Team MUI mengejar mereka dengan pertanyaan : "apakah mereka meyakini betul bahwa dana itu sampai ke Ma'had Al Zaytun?" mereka menjawab sangat yakin dana itu sampai ke pesantren ini, hanya saja menurut salah seorang mantan bupati NII KW IX, ketika dana itu sampai ke MAZ penamaannya sudah berubah menjadi sumbangan masyarakat. Hal itu dapat dilihat, misalnya, dalam kegiatan harakat muharram 1423 H yang diadakan MAZ untuk menghimpun dana pembangunan Masjid Rahmatan li al-'Alamin, dimana dalam satu hari lelang amal tersebut berhasil mengumpulkan dana Rp.100 Milyar. Pada kesempatan itu disebut pula ada sumbangan dari pengajian Parahiyangan (sebenarnya berasal dari koordinator Jabar bagian Selatan) atau bahkan ada pula yang secara transparan disebut sumbangan dari koordinator wilayah bekasi barat, dan lain sebagainya.

Berdasarkan informasi-informasi yang didapat dari berbagai sumber tersebut Team MUI mendapatkan kuatnya indikasi adanya aliran dana dari NII KW IX ke MAZ dan aliran dana ini sangat signifikan bagi kelahiran dan perkembangan MAZ. Atau dengan kata lain, terdapat hubungan yang bersifat historical dan financial antara NII KW IX dan MAZ.

2. Kepemimpinan MAZ dan Dugaan keterkaitannya dengan NII KW IX
Selain persoalan sumber dana, kontroversi yang terjadi seputar MAZ terletak pada sosok AS Panji Gumilang, pimpinan pesantren (syekh al-ma'had). AS Panji Gumilang (selanjutnya disingkat ASPG), bernama asli Abdul Salam bin H Rasyidi, lahir di desa Dukun, Sembung Anyar Gresik pada tanggal 27 Juli 1946. Lulus SR tahun 1958/9 kemudian menjadi santri Pondok Moderen Gontor tahun 1961. Melanjutkan studi ke fakultas Adab IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aktif di berbagai organisasi seperti HMI, Mathla'ul Anwar dan Gerakan Pemuda Islam (Pandeglang). Menikahi Khatimah alias Maysaroh, cucu pendiri Mathla'ul Anwar Menes Banten, yang darinya dikaruniai tiga putra dan tiga putri.

Di MAZ, AS Panji Gumilang menjadi figure sentral, inisiator, manager dan penentu kebijakan pesantren. Di mata warga MAZ, ASPG adalah pemimpin kharismatik yang dikagumi, mempunyai wawasan jauh ke depan menembus abad dan milenium serta menembus sekat bangsa dan negara. Berpengalaman luas, berwibawa, tegas, kebapakan, pandai memanfaatkan peluang serta sifat dan sikap lainnya yang dimiliki seorang pemimpin5. Ia juga dikenal seorang yang memiliki wawasan luas, diplomat ulung, retorika bicaranya menarik, cerdas dan cerdik, bahkan ada seloroh jika Abu Nawas pun kalah dengan kecerdikannya.

Begitu kuatnya pengaruh ASPG di MAZ, posisinya melebihi siapapun sampai pada eksponen (pengurus yayasan). Semua keputusan bertumpu pada dirinya dan semua perintahnya langsung dijawab "sami'na wa atho'na". Nasrun Mahmud, seorang dosen kulliyatul lughoh, bercerita bagaimana H Syarwani (ketua Yayasan) terdiam ketika ia tidak diperbolehkan mengikuti kulliyatul lughoh atas perintah syekh di dalam sebuah forum umum.

Kontroversi terhadap ASPG terletak pada dugaan keterlibatannya sebagai pemimpin NII KW IX. Seperti halnya persoalan sumber dana, terhadap persoalan ini pun ia selalu menghindar dan menutup diri. Ia juga selalu berkelit ketika menjawab persoalan ini dengan jawaban retoris.

Mantan Kepala Bakin, Z.A Maulani, membenarkan keterlibatan ASPG sebagai pemimpin NII KW IX. Maulani bahkan juga pernah didatangi Ules Suja'i, salah seorang tokoh NII, yang menceritakan segala sesuatu mengenai organisasi ini. Pembenaran serupa juga dinyatakan oleh Adah Djaelani6 dan isterinya, bahkan Adah seperti diakui oleh istrinya adalah salah seorang penasehat di MAZ. Demikian pula dengan keterangan Komisaris Besar Polisi Dede (Badan Intelegen dan Keamanan Mabes POLRI) serta kesaksian sumber-sumber informasi Team MUI, seperti disebut di atas (lihat h.12).

Berdasarkan bukti-bukti dan kesaksian dari berbagai sumber, Team MUI melihat indikasi katerkaitan antara AS Panji Gumilang dengan NII KW IX. Pertanyaannya kemudian "apakah keterkaitan itu hanya menjadi masa lalu ASPG, yang kini berubah orientasi perjuangannya?" Laporan Litbang Depag tampaknya menyimpulkan adanya perubahan sikap ASPG. Hal itu salah satunya, didasari oleh cerita H Syarwani tentang bagaimana ASPG dan sejumlah eksponen melakukan perenungan di Multazam Masjidil Haram untuk meneruskan langkah "perjuangan" yang akhirnya menemukan jalan ke depan melalui pendidikan. Kekerasan tidak pernah menyelesaikan masalah dan tidak pernah menang, maka setelah kembali ke tanah air mulailah dirintis program MAZ.

Namun dari informasi para mantan mudarris MAZ yang pernah menjadi petinggi NII KW IX serta sumber-sumber informasi lainnya menyatakan bahwa keterkaitan itu masih berlangsung hingga saat ini. Menurut mereka, dalam struktur keorganisasian NII KW IX, aparatur terbelah menjadi dua, yaitu aparatur fungsional, mereka yang berada di luar MAZ bersama-sama dengan umat (anggota). Aktivitas organisasi masih terus berjalan di teritoriel dengan tugas utama menggalang dana dan mensuplainya ke MAZ.

Berdasarkan kesaksian mereka pula, keterkaitan Kepemimpinan MAZ dengan NII KW IX tidak saja terletak pada sosok AS Panji Gumilang, tetapi juga kepada orang-orang yang duduk sebagai pengurus yayasan yang mereka sebut dengan eksponen. Sebagian besar sumber menyebut bahwa seluruh eksponen adalah para petinggi NII KW IX, sementara sebagian sumber lain menyebut hanya sebagian saja yang merupakan orang NII KW IX. Pastinya, menurut mereka, H Syarwani (ketua yayasan/YPI) meruakan salah satu dari mereka.

Hasil investigasi Team MUI menunjuk kuatnya indikasi keterkaitan kepemimpinan MAZ dengan NII KW IX hingga saat ini.

3. Sistem Kependidikan
Berdasarkan penelitian dan observasi lapangan yang dilakukan di MAZ, Team MUI tidak menemukan adanya penyimpangan ajaran Islam, baik dalam praktek ibadah, kegiatan belajar maupun aktivitas sehari-hari santri Ma'had Al Zaytun. Begitu pula dengan kurikulum  yang digunakan di pesantren ini. Kurikulum yang digunakan adalah perpaduan antara kurikulum Diknas, Depag dan Pondok Moderen Gontor. Kalaupun ada muatan local, itu hanya penambahan beberapa mata pelajaran, seperti jurnalistik ketatanegaraan dan HAM, dan tidak ditemukan adanya persoalan.

Demikian pula dengan buku-buku teks yang digunakan. Untuk mata pelajaran umum digunakan buku-buku sebagaimana yang dipakai sekolah-sekolah umum, sedangkan buku-buku keagamaan menggunakan buku/kitab seperti dipakai Pondok Modern Gontor dan filial-filialnya. Sedangkan beberapa buku yang  disusun dan diterbitkan MAZ, sejauh pengamatan Team juga tidak bermasalah.

Dalam hal aktivitas ekstra kulikuler seperti kepanduan, olahraga dan aktivitas santri lainnya juga tidak ditemukan persoalan. Kalaupun ditemukan ada beberapa santri yang nakal (misalnya, tidur pada saat santri lain shalat subuh), lebih dikarenakan sulitnya mengontrol jumlah santri yang demikian besar dan bukan karena system.

Pada prinsipnya Team MUI menyimpulkan tidak ditemukan adanya penyimpangan ajaran Islam dalam kegiatan belajar mengajar, aktivitas ibadah dan aktivitas santri sehari-hari di Ma'had al Zaytun. Namun demikian, terdapat dua persoalan keagamaan yang menyimpang yang dilakukan oleh pimpinan pesantren, yaitu masalah zakat fitrah dan qurban.

Penyimpangan mengenai zakat fitrah terjadi karena zakat fitrah tidak diberikan kepada fakir miskin untuk hari raya (tu'matan li al-masakin), melainkan untuk pembangunan MAZ. Demikian pula dengan qurban yang dilakukan tidak dalam bentuk penyembelihan hewan qurban, tetapi diganti dengan sejumlah uang untuk pembangunan pesantren.

4. Mudarris
Saat ini MAZ memiliki kurang lebih 496 mudarris (guru), tahun sebelumnya jumlah guru sebanyak 441 orang dengan komposisi 253 guru rijal dan 188 guru nisa. Pada umumnya guru MAZ adalah sarjana S1dari berbagai perguruan tinggi agama dan umum, selebihnya alumni pesantren. Mayoritas guru (kurang lebih 50%) adalah alumni IKIP/FKIP/STKP, sekitar 30% alumni IAIN/STAIN/PTAIS dan sisanya alumni pesantren seperti Gontor.

Menurut sejumlah sumber, diantaranya 6 orang mantan mudarris MAZ, sebagian mudarris adalah anggota dan aparat NII di territorial yang ditarik menjadi aparat fungsional di MAZ. Ustadz Usman bahkan menyebut 85% guru adalah orang NII KW IX. Ia sendiri dan beberapa orang temannya mengaku pada tahun 1999 dipanggil untuk diangkat menjadi mudarris. Anggota/aparat yang ditarik syaratnya harus seorang sarjana dan lulus seleksi taftisy). Pengakuan serupa juga dinyatakan oleh Isma'il, seorang kandidat doktor UIN Syarif Hidayatullah, mantan anggota NII KW IX yang juga pernah mengikuti proses taftisy. Demikian pula sumber-sumber lainnya.

Sangat sulit menemukan dan membedakan mana mudarris yang berasal dari NII KW IX dengan yang bukan karena mereka menutup diri dan berbaur menjadi satu di MAZ, hanya saja hal itu dapat dilihat, misalnya, dalam komposisi kepanitiaan pada even-even tertentu. Meskipun para guru sebagiannya berasal dari NII KW IX, dalam proses belajar mengajar tidak dimasukkan doktrin/ajaran NII KW IX. Hal ini tersebut didasarkan ketentuan dari pimpinan, MAZ harus steril dari nuansa ke-NII-an7.

Berdasarkan informasi-informasi tersebut, Team MUI melihat walaupun sebagian mudarris direkrut dari territorial NII KW IX, sejauh ini belum ditemukan persoalan serius dan belum ditemukan adanya pengaruh dengan sistem pendidikan di MAZ.

B. Negara Islam Indonesia Komandemen Wilayah IX (NII KW IX)

Sangat sulit dan sangat panjang untuk mengurai benang gerakan NII KW IX. Hal ini disebaban karena gerakan bawah tanah (under ground) ini menggunakan pola system sel tertutup dalam aktivitas mereka.

Berdasarkan bukti-bukti dan fakta-fakta yang dimiliki Team MUI, secara singkat diceritakan bahwa riwayat gerakan NII KW IX dapat ditarik sejarahnya dari gerakan NII Darul Islam (DI/TII) di bawah pimpinan Sekarmaji Merijan Kartosoewirjo. Pada 4 Juni 1962, SM Kartosoewiryo dan tokoh-tokoh DI/TII ditangkap di gunung Gaber Majalaya Jawa Barat, Kartosoewiryo sendiri dihukum mati oleh pemerintah Soekarno pada tanggal 5 September 1962. Kepemimpinan NII kemudian dipegang oleh Djaja Sudjadi dan dilanjutkan oleh Adah Djaelani. Namun keterkaitan NII Kartosoewiryo dengan NII KW IX Abu Toto dibantah keras oleh Raden Abdul Fatah Wirangganapati, mantan Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi Angkatan perang NII yang bertugas memilih dan mengangkat penglima komandemenwilayah. Menurutnya, dengan tertangkapnya SM Kartosoewirjo dan di penjarakannya tokoh-tokoh NII, maka sejak Juli 1962 secara organisasi NII sudah bubar, meski keinginan untuk menegakkan Negara Islam masih ada di setiap lubuk hati umat Islam.

Abdul Fatah menambahkan bahwa semasa ia menjabat Kuasa Usaha Komandemen Tertinggi, tidak dikenal adanya komandeman wilayah IX, apalagi seseorang bernama Abu Toto alias AS Panji Gumilang. Komandemen yang ada ketika itu hanya sampai enam devisi, terdiri atas Devisi I Jawa Barat, Devisi II Jawa Tengah, Devisi III Kalimantan dan Jawa Timur, Devisi IV Sulawesi, Devisi V Aceh dan Devisi VI Palembang.

Kesaksian Abdul Fatah juga mengungkapkan bahwa Adah Djaelani mengangkat dirinya sendiri sebagai imam NII dan memasukkan namanya sebagai salah satu staf ahli iman NII, sehingga pada tahun 1975 ia sempat di penjara. Adah Djaelani inilah yang membai'at Abu Toto alias AS Panji Gumilang dan mengangkatnya sebagai panglima Komandemen Wilayah IX yang membawahi wilayah Jabotabek dan Banten.

Adah Djaelani, di mata Abdul Fatah adalah penghianat NII. Hal serupa dibenarkan oleh Dodi Muhammad Giri, cucu Kartosoewirjo, yang menyatakan bahwa "mereka (NII KW IX) adalah orang-orang yang mencari uang dengan menjual nama NII". Sementara itu, menurut Kolonel Herman Ibrahim, mantan kepala Kapendam III Siliwangi yang juga pernah menjabat Kepala Biro Humas Depdagri, Adah Djaelani adalah boneka BAKIN (Ali Murtopo) yang disusupkan ke dalam tubuh NII. Pada saat itu, menurutnya, Ali Murtopo menggunakan strategi pancing-jaring terhadap tokoh-tokoh NII untuk menekan gerakan organisasi ini.

Keberadaan NII KW IX ditolak keras keterkaitannya dengan NII Kartosoewirjo, apalagi format gerakan dan ajaran/faham keagamaan yang dikembangkan jauh menyimpang dari garis NII. Sejumlah korban dan mantan aktivis memang menyebut nama organisasi NII KW IX.

Berdasarkan informasi Z.A. Maulani, di tangan Abu Toto alias AS Panji Gumilang gerakan organisasi NII KW IX sangat aktif dan dinamis, tidak seperti komandemen wilayah lain. Apalagi seorang Abu Toto dikenal sebagai seorang aktivis tulen dan telah banyak makan asam-garam berbagai organisasi. Sementara itu, menurut Hedi Muhammad (koordinator TIAS), NII KW IX sudah berkembang pesat dan memiliki komandemen-komandemen wilayah sendiri lepas dari NII Kartosoewirjo.

Berkaitan dengan ajaran dan faham keagamaan yang dikembangkan NII KW IX, Team MUI mendapat banyak informasi dan kesaksian dari para mantan anggota dan aparat territorial NII KW IX. Doktrin yang paling menonjol dari organisasi ini terletak pada ajaran yang berkaitan dengan penggalangan dana dengan mengatas-namakan term-term keislaman yang disimpangkan, seperti shadaqah hijrah, infak, qiradl, al-fai', shadaqah istigfar, shadaqah tahkim, shadaqah munakahat, shadaqah tartib, shadaqah isti'dzan, harakat ramadhan, haraqat qurban, harakat muharram, harakat iddikhor, aqidah, tazkiyah baitiyah dan lain sebagainya, sebagaimana dijelaskan pada persoalan sumber dana dalam laporan ini (lihat halaman 11 s/d 21).

Ajaran penting lainnya adalah mengkafirkan umat diluar kelompok mereka. Konsekuensi dari doktrin ini adalah kehalalan darah dan harta umat di luar organisasi mereka8. Kebolehan melakukan tipu daya, berbohong, mengambil harta hingga melakukan tindakan-tindakan kriminal umat di luar mereka. Ajaran ini juga berimplikasi pada konsep pernikahan mereka. Bagi mereka pernikahan hanya sah jika dilakukan dengan sesama anggota dengan persaksian wali al-amri dari kalangan mereka sendiri. Pernikahan di luar (di KUA) tetap mereka lakukan sekedar untuk menjaga fitnah.

Penyimpangan lain dari organisasi NII KW IX terletak pada penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang menyimpang untuk meligitimasi faham keagamaan mereka. Konsekuensi dari penyimpangan ini sangat fatal karena al-Qur'an ditafsirkan tanpa memperhatikan kaedah-kaedah dan metodologi penafsiran yang berlaku, tidak memperhatikan asbab al-nuzul, hubungan satu ayat dengan ayat yang lain, dan lain sebagainya. Pemaknaan dan penafsiran al-Qur'an dan juga Hadist, yang sembarangan inilah yang menjadi salah satu akar penyimpangan gerakan NII KW IX.

Sesungguhnya akan sangat panjang jika dielaborasi lebih jauh ajaran-ajaran dan faham-faham yang dipraktekkan oleh organisasi NII KW IX. Secara garis besar dapat disimplifikasikan bahwa penyimpangan yang terjadi dikarenakan tiga sebab dasar di atas, yang darinya kemudian muncul ajaran dan praktek keagamaan yang menyimpang pula.

C. Lingkaran-Lingkaran Luar/Koordinator Wilayah Ma'had Az-Zaytun.

Pada tahun 1999 (dua bulan sebelum diresmikan BJ Habibie), team penulis Buku Ensiklopedi Haji dan Umroh, yang disponsori penerbitannya oleh MAZ, diundang untuk melihat dan mendapat penjelasan berbagai hal mengenai planning ke depan MAZ oleh pimpinan pesantren. Begitu mengagumkannya penjelasan itu membuat salah satu dari mereka yaitu Prof. DR. Hj. Nabilah Lubis menyatakan keinginannya untuk memasukkan salah seorang cucunya ke pesantren ini. Akan tetapi, keinginan tersebut dijawab oleh Syakh al-Ma'had bahwa saat ini pesantren telah menerima 1400 lebih (tepatnya 1459 santri) dari 27 provinsi, bahkan 21 orang berasal dari Malaysia. Nama dan alamat asal santri bahkan sudah dapat dilihat papan pengumuman salah satu sudut ruangan.

Sungguh luar biasa dan jarang terjadi dalam dunia pesantren, bahkan lembaga pendidikan di Indonesia, sebuah pesantren yang akan dibuka sudah memiliki santri yang demikian besar dan berasal dari berbagai wilayah bahkan dari luar negeri9. Menurut AS Panji Gumilang, Ma'had Az-Zaytun sudah lama direncanakan. Semua system pendidikan dan sarana serta prasarananya telah dirancang sedemikian rupa sebelumnya. Ia telah berdiskusi dengan berbagai tokoh. Ia juga telah melakukan studi perbandingan dengan lembaga-lembaga pendidikan terkenal, baik di dalam maupun di luar negeri, sehingga tersusunlah system pendidikan di Ma'had Al Zaytun.

Berkaitan dengan rekruitmen santri tersebut muncul pertanyaan "Organisasi apa yang melakukan rekruitmen santri di MAZ di berbagai provinsi dan kabupaten di seluruh Indonesia?"

Menurut Ade Hidayat, mantan Bupati Sukabumi Jawa Barat NII KW IX, Koordinator Wilayah diambil dari anggota dan aparat NII KW IX di territorial. Menurutnya, satu tahun sebelum dibukanya MAZ, dibuat koordinator-koordinator wilayah, terutama di luar Jawa. Para aparat territorial NII KW IX yang direkrut menjadi koordinator wilayah dikirim ke berbagai daerah dengan komposisi 3 orang di setiap provinsi dan 3 orang di setiap kabupaten. Mereka bertugas merekrut santri baru yang akan masuk MAZ. Sementara itu, menurut informasi seorang dosen di STAIN "Sultan Amai" Gorontalo, santri-santri di Gorontalo yang belajar di MAZ direkrut oleh seorang pendatang dari Jawa yang berprofesi sebagai pedagang mie/bakso.

Berdasarkan hasil wawancara dengan sejumlah santri Al Zaytun, didapati informasi bahwa sebagian mereka masuk melalui bantuan koordinator wilayah di daerah masing-masing. Koordinator wilayah hanya mengurus proses administrasi serta memberikan bimbingan menghafal Juz 'Amma sebagai syarat masuk. Sedang sebagian santri lain mengaku masuk MAZ tidak melalui koordinator wilayah, melainkan datang sendiri ke MAZ setelah membaca informasi dari majalah Az-Zaytun.

Sampai akhir penelitian, Team MUI belum mendapat informasi yang lebiih jauh mengenai keberadaan koordinator-koordinator wilayah ini. Namun berdasarkan informasi yang dimiliki Team MUI, terdapat indikasi adanya keterkaitan sebagian koordinator-koordinator wilayah yang menjadi tempat rekrutmen santri MAZ dengan organisasi NII KW IX.

 

Bab III : Kesimpulan & Rekomendasi

A. Kesimpulan

Berdasarkan bukti-bukti, fakta-fakta dan informasi-informasi dari berbagai sumber. Setelah dilakukan investigasi, cek, kroscek, verifikasi, analisa dan diskusi yang mendalam atas berbagai data tersebut, Team Peneliti Ma'had Al Zaytun Majelis Ulama Indonesia menyimpulkan beberapa kesimpulan sebagai berikut:

  1. Ditemukan indikasi kuat adanya hubungan (relasi) antara Ma'had Al Zaytun dengan organisasi NII KW IX. Hubungan tersebut bersifat histories, financial dan kepemimpinan.
    1. Hubungan Histories: Bahwa kelahiran Ma'had Al Zaytun memiliki hubungan histories dengan organisasi NII KW IX.
    2. Hubungan Financial: Bahwa ada hubungan financial dalam arti adanya aliran dana dari anggota dan aparat territorial NII KW IX yang menjadi sumber dana yang signifikan bagi kelahiran dan perkembangan Ma'had Al Zaytun.
    3. Hubungan Kepemimpinan: Bahwa kepemimpinan di lembaga pendidikan Al Zaytun terkait dengan kepemimpinan di organisasi NII KW IX, terutama pada figure AS Panji Gumilang dan sebagian eksponen (pengurus yayasan).

 

  1. Terdapat  Penyimpangan faham dan ajaran Islam yang dipraktekkan organisasi NII KW IX. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara lain dalam hal mobilisasi dana yang mengatas-namakan ajaran Islam yang diselewengkan, Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang menyimpang dan mengkafirkan kelompok di luar organisasi mereka.
  2. Ditemukan adanya  penyimpangan faham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan qurban yang diterapkan oleh pimpinan Ma'had Al-Zaytun, sebagaimana dimuat dalam Majalah Al-Zaytun.
  3. Belum ditemukan adanya penyimpangan ajaran Islam dalam system pendidikan, kegiatan belajar mengajar, aktivitas ibadah serta kativitas sehari-hari santri di Ma'had Al Zaytun.
  4. Persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah eksponen/pengurus yayasan) yang terkait dengan organisasi NII KW IX.
  5. Adanya indikasi keterkaitan dengan koordinator-koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri Ma'had Al-Zaytun dengan organisasi NII KW IX.

B. Rekomendasi

Berdasarkan kesimpulan-kesimpulan tersebut Team MUI merekomendasikan beberapa hal berikut kepada Pimpinan Harian MUI:

  1. Memanggil Pimpinan Pesantren Al-Zaytun untuk dimintai klarifikasi atas temuan-temuan yang didapat dari investigasi Team Peneliti Ma'had Al-Zaytun MUI.
  2. Dikarenakan persoalan mendasar Ma'had Al Zayun terletak pada kepemimpinannya, diharapkan Pimpinan Harian MUI dapat mengambil inisiatif dan langkah-langkah konkrit untuk membenahi kepemimpinan di Ma'had Al-Zaytun.
  3. Pimpinan Harian MUI agar mengambil keputusan yang sangat bijak dan arif menyelamatkan lembaga Al-Zaytun dengan berdasarkan pada prinsip kemashlahatan umat.

Demikianlah kesimpulan dan rekomendasi ini dibuat untuk dapat ditindaklanjuti dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT. Senantiasa menganugrahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua dalam menegakkan Islam yang hanif. Amiin.

 

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

TEAM PENELITI MUI TENTANG MA'HAD AL-ZAYTUN

Bismillahirrahmanirrahim.

Dengan senantiasa memohon petunjuk dan pertolongan Allah SWT, Team Peneliti Majelis Ulama Indonesia tentang Ma'had Al-Zaytun, setelah:

  1. Mendengar kesaksian dan menelusuri informasi dari para mantan anggota dan aparat/petinggi NII KW IX, orang tua/wali/keluarga korban NII KW IX dan mantan mudarris (guru) Ma'had Al-Zaytun.
  2. Mendengar dan mengkaji informasi dari santri, mudarris (guru) dan muwazzof (pegawai), orang tua/wali santri, mahasiswa dan dosen Program Pelatihan Pertanian Terpadu (P3T), dosen kulliyah al-lughah Ma'had Al Zaytun dan sejumlah tokoh agama dan masyarakat yang memiliki informasi yang dapat dipertanggungjawabkan.
  3. Menelusuri dan mempelajari berbagai dokumentasi dan informasi yang berkaitan dengan objek permasalahan yang berasal dari berbagai sumber pustaka dan media seperti buku-buku, kitab-kitab teks, surat kabar, majalah, hasil-hasil penelitian, televisi, radio dan VCD.
  4. Mendengar, mengkaji dan mempelajari Hasil Lengkap Penelitian Team Peneliti Litbang Departemen Agama RI.
  5. Mendengar, mengkaji dan mempelajari informasi dari Forum Ulama Umat Indonesia (FUUI) dan Team Investigasi Aliran Sesat (TAIS), Forum Masyarakat Korban NII KW IX (FKM NII KW IX) dan Solidaritas Umat Islam untuk Korban NII Al Zaytun Abu Toto (SIKAT).
  6. Mendengar dan mengkaji informasi dari Mantan Kepala BAKIN: Bapak Z.A. Maulani dan Badan Intelegen Keamanan Mabes POLRI.
  7. Mendengar keterangan/informasi dari Menteri di Jabatan Perdana Menteri, Datuk Abdul Hamid Zaenal Abidin.
  8. Melakukan penelitian lapangan, observasi, pengamatan terlibat dan wawancara mendalam (indepth interviewing) dengan berbagai sumber yang dapat dipertanggungjawabkan.
  9. Menghimpun, melakukan kroscek informasi, memverifikasi data dan informasi serta menganalisa dan mendiskusikan secara mendalam.

Team Peneliti MUI menyimpulkan hasil penelitian mengenai Ma'had Al-Zaytun sebagai berikut:

  1. Ditemukan indikasi kuat adanya hubungan (relasi) antara Ma'had Al Zaytun dengan organisasi NII KW IX. Hubungan tersebut bersifat histories, financial dan kepemimpinan

    1. Hubungan Histories: Bahwa kelahiran Ma'had Al Zaytun memiliki hubungan histories dengan organisasi NII KW IX.

    2. Hubungan Financial: Bahwa ada ubungan financial dalam arti adanya aliran dana dari anggota dan aparat territorial NII KW IX yang menjadi sumber dana yang signifikan bagi kelahiran dan perkembangan Ma'had Al Zaytun.

    3. Hubungan Kepemimpinan: Bahwa kepemimpinan di lembaga pendidikan Al Zaytun terkait dengan kepemimpinan di organisasi NII KW IX, terutama pada figure AS Panji Gumilang dan sebagian eksponen (pengurus yayasan).

  1. Terdapat Penyimpangan faham dan ajaran Islam yang dipraktekkan organisasi NII KW IX. Penyimpangan-penyimpangan yang terjadi antara lain dalam hal mobilisasi dana yang mengatas-namakan ajaran Islam yang diselewengkan, Penafsiran ayat-ayat al-Qur'an yang menyimpang dan mengkafirkan kelompok di luar organisasi mereka.

  2. Ditemukan adanya indikasi penyimpangan faham keagamaan dalam masalah zakat fitrah dan qurban yang diterapkan oleh pimpinan Ma'had Al-Zaytun, sebagaimana dimuat dalam Majalah Al-Zaytun.

  3. Persoalan Al-Zaytun terletak pada aspek kepemimpinan yang kontroversial (AS Panji Gumilang dan sejumlah eksponen/pengurus yayasan) yang terkait dengan organisasi NII KW IX.

  4. Adanya indikasi keterkaitan dengan koordinator-koordinator wilayah yang bertugas sebagai tempat rekrutmen santri Ma'had Al-Zaytun dengan organisasi NII KW IX.

 Dan berdasarkan kesimpulan-kesimpulan tersebut Team MUI merekomendasikan beberapa hal berikut kepada Pimpinan Harian Majelis Ulama Indonesia (MUI):

1. Memanggil Pimpinan Pesantren Al-Zaytun untuk dimintai klarifikasi atas temuan-temuan yang didapat dari investigasi Team Peneliti Ma'had Az-Zaytun MUI.

2. Dikarenakan persoalan mendasar Ma'had Al Zayun terletak pada kepemimpinannya, diharapkan Pimpinan Harian MUI dapat mengambil inisiatif dan langkah-langkah konkrit untuk membenahi kepemimpinan di Ma'had Al-Zaytun.

3.  Pimpinan Harian MUI agar mengambil keputusan yang sangat bijak dan arif menyelamatkan lembaga Al-Zaytun dengan berdasarkan pada prinsip kemashlahatan umat.

Demikianlah kesimpulan dan rekomendasi ini dibuat untuk dapat ditindaklanjuti dengan sebaik-baiknya. Semoga Allah SWT. Senantiasa menganugrahkan hidayah dan inayah-Nya kepada kita semua. Amiin.